Friday, December 9, 2011

The story of...

Fight Plastic With Plastic


Siapa, sih, diantara kita yang bisa lepas dari benda-benda yang terbuat dari material plastik (polimer)? Bila dilihat dari sudut pandang efisiensi produksi dan fleksibilitas fungsi, plastik merupakan salah satu material yang paling banyak dipilih dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Berkat perkembangan teknologi, salah satu produk modernisasi ini, kini hadir dalam variasi bentuk, warna, dan tekstur yang sangat beragam 
Is there anyone among us who doesn’t use stuff made from plastic (polymer)? If you look at it from the production efficiency and the function flexibility angles, plastic is one of the most common materials people use in our everyday lives. Thanks to today’s great technology, this product of modernization is now available in a variety of shapes, colors, and texture.

Namun, dibalik fungsinya yang sangat besar—bila sudah tidak terpakai dan tidak ditangani dengan baik—plastik juga menimbulkan masalah besar bagi kehidupan manusia. Isyu kerusakan lingkungan adalah dampak yang paling mencolok karenanya.
However, behind its great function—if not used and handled carefully—plastic can also become a huge problem for humans. Damage to the environment is the most concerning issue.

sumber/source: dhammacitta.org
Did You Know?  


Diperkirakan, ratusan miliar kantong plastik digunakan di seluruh dunia tiap tahunnya. Bila dibentangkan, kantong-kantong plastik ini setidaknya bisa membungkus permukaan bumi hingga sepuluh kali lipat.

It is said that approximately hundreds of billion pieces of plastic bags are being used every year throughout the world. If spread open, this amount of plastic bags can wrap around our earth up to 10 times.

sumber/source: oja
Setiap tahunnya, butuh setidaknya 12 juta barel minyak mentah dan 14 juta pohon untuk memproduksi plastik—sebuah proses yang sangat tidak hemat energy, setuju? Sejak diproduksi hingga sampai ke tempat pembuangan akhir, plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Proses ini juga berperan dalam terjadinya pemanasan global, karena setiap ton plastik yang diproduksi dengan 1800 liter minyak mentah akan menghasilkan 544 gram polusi udara.
Every year it takes about 12 million barrels of crude oil and 14 millions of trees to produce plastic—a process that is not environmental friendly. The whole process can cause glass house effect gas emission to the atmosphere. This process also has a big role in global warming, because every ton of plastic produced with 1800 liters of crude oil causes 544 grams of air pollution. 
sumber/source: gogreentips.com
Butuh ratusan tahun bagi sampah plastik agar dapat terurai dengan sempurna oleh tanah. Tak hanya memakan waktu yang sangat lama, proses penguraian partikel-partikel plastik ini juga berdampak negatif bagi lingkungan sekitar, yaitu tanah dan air yang tercemar karenanya. Bila dibakar—dengan proses pembakaran yang tidak sempurna—asap yang dihasilkan sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia. Kanker, gangguan sistem syaraf, hepatitis, dan pembengkakan hati adalah sederet penyakit yang bisa menyerang.
It takes hundreds of years for plastic waste to degrade perfectly in the ground.  Not only it takes a very long time, but the break down process of these plastic particles also has a negative effect to the surroundings, which are soil and water, that are contaminated. Burning plastic can also damage human’s health. Cancer, nerves system disorders, hepatitis, and liver swelling are amongst a few others diseases caused by the burning smoke.

Jumlah sampah plastik penduduk Indonesia setiap harinya adalah sebesar 23.600 ton. Hingga hari ini, sampah tersebut telah terkumpul hingga 6 juta ton—setara dengan berat berapa ekor gajah, nih?. Timbunan sampah plastik tersebut disinyalir sebagai faktor dominan terjadinya bencana banjir di beberapa daerah di Indonesia. Tidak hanya menyumbat saluran-saluran air dan tanggul, sampah kantong plastik juga dapat merusak turbin waduk. Ironisnya, hingga saat ini, masyarakat kita seakan tidak pernah bisa lepas dari kantong plastik. Upaya untuk mengurangi pemakaiannya pun masih sangat jarang. Sedih sekali, ya...
The amount of plastic waste in Indonesia every day is 23.600 tons. Until this day, the waste amount has reached up to 6 million tons—can you imagine how many elephants this is equal to? It is reckoned that plastic waste is the most dominant factor of flooding in some areas in Indonesia. Not only it clogs water drains and dams, it can also damage dam turbines. Ironically, nowadays our society has still not be able to be separated from plastic bags. And sadly, there’s not enough effort to reduce the use of plastic bags in this country.
sumber/source: electrictreehouse.com
Recyle VS Reuse

Yang kita semua tahu, salah satu cara mengolah sampah plastik agar kembali berdaya guna adalah dengan cara mendaur ulang. Proses pemurnian sampah plastik seperti ini membutuhkan tenaga, teknologi, dan biaya yang sangat tinggi. Tanpa bermaksud merendahkan negara sendiri, kenyataannya, Indonesia yang saat ini masih bertumpu pada kekuatan ekonomi kerakyatan (industri padat karya), masih sangat minim menjalankan kegiatan mendaur ulang sampah plastik dalam skala industri besar.
We all know that one of the ways to reuse plastic waste is by recycling it. The process of purifying plastic waste like this needs energy, human resources, technology, and a very high fund. The fact is that Indonesia still holds onto the power of people’s economy, we are still far from the realization of recycling campaign in a larger industrial scale

Kontras sekali keadaannya dengan negara-negara maju. Tidak hanya kepedulian masyarakatnya yang sudah sangat tinggi terhadap bahaya sampah plastik—hingga penggunaan material plastiknya pun diminimalisir—usaha mendaur ulang sampah plastiknya juga sudah sangat digalakkan. Beragam material plastik yang ramah lingkungan serta subtitusi material plastik pun sudah banyak diciptakan.
In contrast, some of the developed countries have more awareness in their societies towards the negative effects of plastic bags. They have done acts such as minimalizing the use of plastic bags, recycling plastic waste, creating and using degradable plastic bags, and substituting plastic bags with other materials or mediums.

Melihat situasi dan kondisi yang berbeda tersebut, proses daur ulang sampah plastik yang menggunakan mesin-mesin berat dianggap kurang efektif untuk diterapkan di negara kita. Karenanya, ide kreatif untuk memakai kembali sampah plastik tersebut pun bermunculan dari berbagai pihak. Dengan pendekatan industri kerakyatan dan kerajinan tangan, sampah plastik bisa digunakan kembali tanpa harus didaur ulang. Perlu bukti? Berikut usaha yang pernah saya lakukan…
Based on that perspective, recycle process using advanced machines is considered ineffective in our country. Therefore, the creative idea to reuse plastic waste comes up to the surface. With the handicraft industry approach, plastic waste can be reused without being recycled. For example, here are some works I have done…
sumber/source: packagingandconsultancy.com
The Project

Berangkat dari pengetahuan saya akan sampah plastik (yang telah disebutkan di atas), saya pun mulai mempunyai pikiran, “Daripada menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk mendaur ulang sampah plastik, kenapa tidak mencoba memakai kembali sampah plastik tersebut untuk diolah sesederhana mungkin menjadi bentuk lain yang lebih berdaya guna?”
Based on my knowledge on plastic, I have developed a thought, “Rather than wasting so much time and cost to recycle plastic waste, why not try simply reusing it to create a different form that can be used in our daily lives?” 

Karena itu, pada tahun 2005 saya mengangkat tema sampah plastik sebagai bahan eksplorasi karya Tugas Akhir saya, yang saat itu masih berstatus mahasiswi jurusan Kria Tekstil, Institut Teknologi Bandung. “Eksplorasi Sampah Plastik Sebagai Alternatif Barang Tekstil” adalah judul yang saya pilih, dengan sampah kantong plastik sebagai fokus pengolahan.  
Therefore, in 2005 I picked this plastic waste topic as my Final Project exploration material when I was attending Textile Craft major at Bandung Institute of Technology. The title of the project was “Plastic Waste Exploration as a Textile Alternative” and focused on reusing plastic waste.

Kenapa kantong plastik? Kita semua tahu, masyarakat kita hampir tidak pernah bisa lepas dari benda yang satu ini. Dijumpai pada setiap transaksi belanja, kantong plastik juga merupakan alternatif pembungkus yang praktis dan ringkas. Namun, bila sudah sedikit saja sobek, kantong plastik hanya akan berakhir di tempat sampah. Sayang sekali, kan, kalau kantong plastik tersebut hanya berakhir menjadi sampah yang mencemari lingkungan? Kenapa tidak diolah saja menjadi material tekstil yang baru? Menurut saya, “Ilmu kria sangatlah cocok untuk mengolah sampah ini.” Dari sini, eksplorasi seru saya pun dimulai...
Why plastic bags? We all know that our society is still attached to this particular item. Seen in every transaction at grocery shops, plastic bags are the most practical wrapper. But once they are tear up, they end up in the trash. Too bad when this happens, they just contaminate the environment. Why not use them as a new textile material? I thought craftwork could be a great technique to reuse plastic waste. This is where my fun exploration began…..
sumber/source: 123rf.com
Walau awalnya banyak yang menyangsikan, namun beragam data yang saya kumpulkan saat itu berhasil meyakinkan banyak pihak, termasuk para dosen di kampus, bahwa lembaran kantong plastik masih termasuk dalam ‘keluarga’ material tekstil.  Saya pun makin giat mencari informasi seputar plastik (polimer) serta pengolahan (industri kecil) apa saja yang sudah dilakukan terhadap sampahnya. Ternyata, beragam usaha mengolah sampah plastik (kemasan produk komersil makanan/minuman/detergen) dalam skala industri kecil sudah mulai giat dilakukan saat itu. Menganyam, menjahit, dan tambal sulam adalah beberapa teknik yang telah diterapkan, dan hasil akhirnya adalah benda-benda berupa tas. Dari situ, saya kemudian mencoba mencari teknik lain untuk mengolah kantong plastik. 
Despite people’s doubt in the beginning, I gathered some information that assured a lot of people including my lecturers at the university that plastic bag sheets are still considered a textile material. I then began gathering more and more information on plastic (polymer) and what sorts home industries have done to the waste. I found out that a few industries have developed commercial product (food/drink/detergent) packaging into functional products. They use weaving, sewing, and patchwork techniques to produce handbags. I then tried to look for another technique for this project.

sumber/source: xsproject
Dengan mengandalkan kelebihan karakter plastik yang bisa meleleh pada suhu tertentu (glass transition temperature), saya memutuskan untuk menggunakan teknik pemanasan sederhana (heating transfer) dalam proyek Tugas Akhir tersebut. Setrika, solder, dan lilin, serta beberapa kantong plastik bekas hasil pulungan, adalah sederet modal saya dalam memulai eksperimen-eksperimen awal. Hasilnya serba tak terduga—yang pasti, prinsip dasar dari eksperimen saya adalah melelehkan dan melekatkan lembaran material plastik.
By relying on the character of plastic that can melt at a certain temperature (glass transition temperature) I decided to use heating transfer technique for my Final Project. I started my first experiments using an iron, solder, and a candle along with a few plastic bags I had collected. The results were unpredictable—but the basic principal was to melt and stick these plastic sheets together.

Pada tahap selanjutnya, beragam teknik dasar dalam tekstil saya terapkan—mulai dari reka rakit (anyam) hingga reka latar (kolase, cetak, jahit, perusakan, emboss, serta aplikasi). Penggabungan material plastik dengan material tekstil sintetis lainnya juga saya lakukan. Trial & error, sudah pasti ada. Percobaan demi percobaan terus saya lakukan demi mencapai hasil maksimal. Berkat asistensi dari Dosen Pembimbing serta masukan-masukan dari teman-teman dekat, hasil eksperimen saya selama lebih kurang empat bulan tersebut sungguh membawa hasil yang mengejutkan. Ternyata, dengan pemanasan sederhana (heating transfer), sampah kantong plastik bisa ‘disulap’ menjadi material tekstil yang berdaya guna tinggi dan memiliki visual yang menarik pula. Tidak hanya bisa diaplikasikan sebagai material produk fashion, hasil eksplorasi saya tersebut juga bisa diaplikasikan sebagai material produk interior. Penasaran seperti apa hasilnya? Berikut contohnya…
On the next step, I used a few basic techniques in textile, starting from structure design (weaving) to surface design (collage, printing, sewing, destructing, embossing, and applique). I also combined plastic with some other synthetic textile materials. For sure there were some trial and error. I kept on doing experiment after experiment in order to gain maximum results. Consultations with the lecturers and feed back from my closest friends finally paid off, the results of the experiments I did for four months were absolutely surprising. Simply by using heat transfer technique, plastic waste can be ‘magically’ turned into functional textile material that has an interesting look. Not only it can be applied as a fashion product material but also as an interior product material. Wondering what they look like? Here are some examples…

Some experiment sheets
sumber/source: oja
Fashion product application: handbag
sumber/source: oja
 Interior product application: lampshade
sumber/source: oja


The final results
sumber/source: oja
Overseas Exhibition

Terima kasih kepada Tuhan dan semua pihak yang telah membantu, Tugas Akhir saya tersebut berjalan lancar dan mendapat hasil akademis yang cukup memuaskan. Tak berhenti di situ, saya kemudian mencoba mengikutsertakan hasil karya Tugas Akhir saya tersebut dalam sebuah pameran “Re-Use Refuse” yang diadakan oleh Schuylkill Center for Environmental Education, sebuah organisasi kota Philadelphia yang bergerak di dalam bidang pelestarian lingkungan alam. Setelah melewati proses seleksi, saya pun berhasil menjadi salah satu dari enam seniman yang memamerkan karya produk-produk olahan ‘sampah’-nya di ruang publik. Pameran itu sendiri digelar tanggal 15 Oktober 2005 hingga 7 Januari 2006 di Schuylkill Center Art Gallery, Philadelphia, Amerika Serikat. Senang sekaligus bangga—pastinya kesempatan berpameran ini sungguh sangat berarti bagi saya. 
I thank God and all the people who had helped on my Final Project that it went very well and helped me achieve a remarkable academic result. It didn’t stop there, I then entered my work to an exhibition called “Re-Use Refuse” that was held by the Schuylkill Center for Environmental Education, an organization based in Philadelphia, USA, that was focusing on environmental conservation. After going through a selection process, I managed to become one of six artists whose ‘waste work’ were displayed for public. The exhibition was held from October 15, 2005 until January 7, 2006 at Schuylkill Center Art Gallery, Philadelphia, USA. I felt so happy and proud—this rare opportunity meant a lot to me.
sumber/source: oja
sumber/source: oja
sumber/source: oja
sumber/source: oja
sumber/source: oja
http://www.schuylkillcenter.org/departments/art/past_exhibitions.html
http://www.inliquid.com/gallery/schuylkill/archive/1005schuylkill.shtml

My Wildest Dream

Banyak yang bilang, bila ‘bermimpi’, janganlah setengah-setengah—asalkan ada usaha untuk mewujudkannya. Saya pun ‘bermimpi’ untuk meneruskan karya Tugas Akhir saya tersebut dalam skala yang lebih besar, dalam sebuah industri padat karya yang berbasis kria. Menurut saya, bila dijalankan dengan kerja sama yang solid dari berbagai pihak (misalnya: praktisi desain—pemulung sampah—pengrajin—pemerintah/organisasi yang peduli lingkungan), proyek ini tidak hanya bisa mengatasi masalah kerusakan lingkungan, tapi juga masalah sosial seperti pengangguran atau anak jalanan yang menjamur di kota-kota besar seperti Jakarta. Apalagi kampanye ‘Go Green’ mulai marak digiatkan saat itu, proyek mimpi saya ini cocok sekali, bukan?
A lot of people say, “When you dream, dream BIG”, as long as you put a lot of effort to make it come true. I dream of continuing my Final Project in a larger scale as a craft based home industry. I think this can be successful with a solid cooperation between designers—scavengers—crafters—government/environmental organization, this project does not only a solution to environmental issues, but also social issues like unemployment and street beggars that are scattered allover big cities like Jakarta. With the popularity of the “Go Green” campaign nowadays, isn’t it a great time for my dream project to continue?

Berwirausaha dengan menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang yang membutuhkan adalah salah satu tujuan saya. Selain itu, saya juga merasa tertantang untuk bisa menyumbangkan ilmu yang saya dapatkan selama kuliah bagi masyarakat sekitar. Ambisius, idealis, atau naïf? Yang pasti, saat itu saya yakin suatu hari nanti, mimpi tersebut bisa terwujud.
Being an entrepreneur who provides employment chance to those who need it is one of my goals. Other than that I am also challenged to share the knowledge I got from college to the society. Am I ambitious, idealistic or simply naïve? I was just so sure one day this dream would come true.

Namun, pada akhir tahun 2005, sebagai seorang fresh graduate, saya kebingungan dalam mengambil langkah awal untuk menjalankan bisnis. Bisa dibilang, pengetahuan saya adalah nol untuk urusan ini. Alhasil, saya pun ‘menyimpan’ baik-baik ide proyek Tugas Akhir saya tersebut dalam sebuah ‘konsep jangka panjang’ dan beralih ke cita-cita saya yang lain yaitu berkarir sebagai redaktur mode di sebuah majalah. Tak butuh waktu lama, di awal 2006, saya pun tergabung dalam perusahaan media terbesar di Indonesia, yaitu Femina Group. Jabatan pertama saya adalah Redaktur Mode & Kecantikan.
At the end of 2005, as a fresh graduate I was confused in taking the first step in business. I had zero knowledge in this area. So I decided to keep this Final Project idea on hold as a ‘long term concept’ and pursued my other dream as a fashion editor at one of Indonesia’s magazines. It didn’t take long, at the early of 2006 I joined the biggest media corporation in the country, Femina Group. My first position was the Fashion & Beauty Editorial Staff.

It’s About Time

Pekerjaan di media cetak sungguh menyita waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Walau bebannya terhitung berat, namun pengalaman dan link yang didapat juga sangatlah sepadan. Berkesempatan menjadi pihak pertama yang tahu akan beragam informasi seputar dunia fashion & beauty, dan membaginya kepada para pembaca dalam suatu tulisan atau foto adalah hal yang sangat menyenangkan bagi saya. Tapi tak terasa, tak kurang dari lima tahun berlalu dengan cepat—berkarir, menikah, dan melahirkan anak pun termasuk didalamnya. Dan, saya pun masih bercita-cita untuk meneruskan proyek Tugas Akhir saya tedahulu di tahun 2005.
Working in the print media industry really takes up a lot of time and energy. Despite the hard work, the experience that I gained and the links that I got were totally worth it. It was a chance in finding out first what was happening in the fashion & beauty world and sharing it with the readers through articles and photographs was a fun thing for me. But time passed so fast, it was not less than 5 years that I had a career, got married, and had a baby. And now I continue dreaming of getting my Final Project from 2005 into reality.

Setelah melalui masa-masa yang cukup dilematis, pada bulan ke-11 tahun ini saya memberanikan diri untuk mengakhiri karir saya di media cetak. Jabatan terakhir saya adalah Redaktur Senior Mode & Kecantikan. Menurut saya, lima tahun bekerja di media sudah cukup membekali diri saya dengan pengetahuan untuk memulai usaha sendiri. Niat saya ada dua: tetap bisa dekat dan terlibat langsung dalam perkembangan anak saya yang masih berumur enam bulan dan menjalankan ide proyek sampah plastik yang nyaris saya lupakan selama ini. Butuh kerja keras memang, tapi mumpung masih muda, kenapa tidak dicoba?
After going through a dilemmatic time, in the 11th month of this year I collected all my guts to end my career in the print media industry. My last position was the Fashion & Beauty Senior Editor. I felt 5 years in pursuing this career was enough to fill myself with some foundation to start my own business. Initially, I had two intentions: to be able to be involved in my 6-month-old daughter’s growth and run this plastic waste project that was left behind all this time. It takes a lot of work, I know, but why not do it now while I’m still young?

Sedikit rahasia, ini adalah pertama kalinya saya menulis blog pribadi. Saya memilih blog pribadi untuk menceritakan pengalaman saya selama sepuluh tahun terakhir ini (wow—dua kali Pemilu!). Mungkin banyak yang menganggap saya aneh kenapa baru sekarang memiliki blog pribadi, jawaban saya adalah: tidak pernah ada kata terlambat, bukan? Saya berharap blog pribadi ini bisa menjadi media yang efektif bagi orang banyak untuk mengenal karya-karya saya—proyek sampah plastik khususnya. Akhir kata, saya pun menamai proyek ini dengan: FIGHT PLASTIC WITH PLASTIC, dan kini saya kembali menseriusi usaha saya ini…
Here’s a little secret I wanna share, this is the first time I’m writing a personal blog. I chose this blog to share my experience in the past 10 years (wow that’s twice elections!). Maybe some of you think it’s a bit late to start a personal blog, but let me tell you this: never too late to start something… I hope this blog can be an effective media for a lot of people to recognize my work—the plastic waste project in particular. At the end, I named this project: FIGHT PLASTIC WITH PLASTIC. And now I’m back in the game…


















  
 








 

9 comments:

  1. Nggak nyangka plastik bisa diolah jadi barang fashion yg keren banget... Yeayy, fight plastic with plastic!! :)

    ReplyDelete
  2. Love the campaign FIGHT PLASTIC WITH PLASTIC. Sekalian juga di proses pembuatannya pakai pewarna alami ya biar go green-nya total mak! :D

    ReplyDelete
  3. thanks all lovely people! ...and wait for the surprises... and please do send your prayers for OJA.. XXX

    ReplyDelete
  4. Will wait for it *siap2 antri bwt beli oversize clutch ;p

    ReplyDelete
  5. sumpah in, keren. I'll want one of those.. Are they ready to be purchased, the clutch?

    ReplyDelete
  6. wow keren banget dengan konsep Fight Plastic with Plastic, pengen ikut terlibat dalam campaign ini. Kapan mau kopdar untuk ambil plastic, sudah siap. or kalau engga keberatan pengen mampir juga ke workshop-nya @Dewinov

    ReplyDelete
  7. Wow..what a fabulous artworks and beautiful writing, Ince...
    I remembered how you've finished your final project amazingly. Congratulation for your new business! It's a graceful celebration of your tremendous braveness and your endless passion.
    Potensial bgt nih buat diajak kerja sama di proyek2 CSR. I'll give you ring as soon as I'm back.
    Wish you all the best and good luck for everything.
    Aku ijin follow blogmu ya :) Maju terus iin!

    ReplyDelete
  8. projectnya asli keren abis..good luck <3

    warmest regards,
    Miss Aa
    http://miss-aa.blogspot.com/

    ReplyDelete